DPR Nilai Program Pembatasan BBM Bersubsidi Tidak Tepat

22-09-2010 / KOMISI VII

Komisi VII DPR menilai rencana pemerintah melaksanakan program pembatasan bahan bakar minyak (BBM) dalam rangka penghematan tidak tepat. Pasalnya program tersebut sangat mudah untuk diselewengkan.

“Program ini sangat rentan untuk terjadi penyelewengan. Bahkan bisa menjadi pintu masuk untuk melakukan penyelewengan,” kata Anggota Komisi VII Sutan Sukarnotomo (Fraksi PD) saat RDP dengan Kepala BPH Migas, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Dirut Pertamina di Gedung Nusantara DPR, Jakarta, Rabu (22/9/2010)

Pendapat senada di kemukakan anggota Komisi VII Dewi Aryani Hilman (Fraksi PDI-Perjuangan). Menurutnya rencana program pembatasan penggunaan bbm bersubsidi itu menambah beban rakyat, terlebih bila hanya berdasarkan tahun kendaraan (tahun 2005 keatas).

Sementara katanya, jumlah kendaraan sendiri, seperti motor, datanya masih berbeda-beda.  Ada yang mengatakan berjumlah sekitar 60juta ada juga yang menyatakan berjumlah sekitar 100juta.

Seharusnya lanjut Dewi, jumlah kendaraan roda dua itu, bisa diketahui melalui kepolisian, berdasarkan Surat Izin Mengemudi (SIM)  atau melalui asosiasi penjualan sepeda motor, begitupun untuk kendaraan dibawah tahun 2005

“Jangan dulu bicara penghematan. Yang penting data pendukung rencana pemerintah ini,” tegasnya. Karena itu, ia mendesak pemerintah agar memiliki data yang betul-betul dapat dipertanggungjawabkan, sehingga kebijakan atau program pemerintah dapat dijalankan berdasarkan data.

Penerimaan terbesar Negara ini berasal dari pajak, karenanya subsidi tersebut merupakan hak rakyat. Tolong pemerintah menggunakan manajemen pemadam kebakaran,” tukas Dewi  menambahkan

Anggota Komisi VII yang juga dari Fraksi PDI-Perjuangan Ismayatun juga mengingatkan agar pemerintah memperhatikan prilaku truk-truk pertambangan serta perkebunan yang ada di Kalimantan yang selalu ikut antri membeli bbm bersubsidi.

Menurutnya truk-truk tersebut yang tidak berhak menikmati bbm bersubsidi, bukan membatasi rakyat pengguna kendaraan tahun 2005 keatas. “Jangan-jangan kalau kendaraan tahun 2005 keatas tidak boleh beli premium, lama-lama untuk membeli beras juga dibatasi, hanya 2liter,” kata Ismayatun

Karena itu, Ismayatun meminta pemerintah menyampaikan semua realisasi pemakaian bbm tahun 2010, untuk dibahas bersama supaya diputuskan apakah cukup dengan kuota 36juta kg atau harus dikembalikan sesuai dengan kebutuhan riil yang sebenarnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan dalam paparannya mengemukakan total quota bbm bersubsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2010 sebesar 36.504.779 kl dengan realisasi dari Januari hingga Juli 2010 mencapai 21.914.803 kl

Adapun perincian quota tersebut, untuk Premium (Bio Premium) sebesar 21.454.104 kl, sementara realisasinya hingga Juli 2010 mencapai 13.074.306 kl, dan untuk quota Kerosene sebesar 3.800.000 kl, realisasinya mencapai 1.455.911 kl dan untuk quota solar (biosolar) sebesar 11.250.675 kl, sedangkan realisasinya mencapai 7.384.585 kl. (sw)

BERITA TERKAIT
Impor AS Diperketat, Kemenperin Perlu Siapkan Insentif Relokasi Industri China
01-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyatakan dukungannya terhadap langkah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam mengantisipasi dampak...
Perampokan Warga Ukraina Harus Jadi Momentum Perbaikan Keamanan Industri Pariwisata Bali
01-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyoroti kasus perampokan brutal terhadap warga Ukraina, Igor Iermakov, oleh...
Novita Hardini Dorong Penanganan Serius Terkait Kelebihan Produksi Semen
25-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini menilai sektor semen hingga kini belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam...
Komisi VII Dorong Peningkatan Kinerja Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil
24-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil...